Pekanbaru, Taktiknews.com – Wali Kota Pekanbaru Agung Nugroho dan Wakilnya, Markarius Anwar, langsung mengeluarkan kebijakan penurunan tarif parkir pasca-pelantikan mereka. Langkah ini menuai respons beragam dari masyarakat dan para pemangku kebijakan.
Sebagian warga mendukung kebijakan tersebut karena merasa tarif parkir sebelumnya terlalu memberatkan. Namun, ada juga yang mempertanyakan legalitasnya, mengingat perubahan ini terkesan terburu-buru demi menunaikan janji kampanye.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Pekanbaru, Viktor Parulian SH, menanggapi skeptis kebijakan tersebut. Menurutnya, meskipun secara prinsip mendukung penurunan tarif parkir, regulasi harus tetap diperhatikan.
“Jika ingin menurunkan tarif parkir, maka ubah dulu Perdanya. Saat ini, tarif parkir sudah ditetapkan dalam Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Menerbitkan Perwako tanpa merevisi Perda jelas keliru dan bertentangan dengan asas lex superior derogat legi inferiori, yang menyatakan bahwa peraturan lebih tinggi mengesampingkan peraturan lebih rendah,” ujarnya.
Viktor menyoroti bahwa hirarki peraturan perundang-undangan di Indonesia diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Ia mempertanyakan apakah Peraturan Wali Kota (Perwako) dapat mencabut lampiran dalam Perda yang merupakan bagian tak terpisahkan dari aturan tersebut.
Dampak Kebijakan terhadap PAD dan Kontrak Pengelola Parkir
Di sisi lain, kebijakan ini juga berpotensi mengurangi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Pekanbaru dari sektor retribusi parkir. Informasi yang beredar menyebutkan bahwa pengelola parkir memiliki target setoran ke kas daerah yang telah disepakati dengan Dinas Perhubungan (Dishub). Jika target tersebut tidak tercapai, uang deposit pengelola bisa digunakan untuk menutupi kekurangan setoran.
Jika benar akan ada addendum kontrak akibat kebijakan ini, maka perlu transparansi mengenai berapa target pendapatan retribusi parkir yang ditetapkan untuk tahun 2025 sebelum penerapan Perwako Nomor 2 Tahun 2025, serta selisih pendapatan jika kebijakan ini diterapkan.
Selain itu, aspek perlindungan juru parkir (jukir) juga menjadi perhatian. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mewajibkan pemberi kerja untuk mendaftarkan pekerjanya ke BPJS Ketenagakerjaan. Namun, belum jelas apakah jukir yang berada di bawah pengelola parkir di Pekanbaru sudah didaftarkan atau tidak, serta siapa yang menanggung biaya iuran BPJS mereka.
Dari segi kompetensi, jumlah jukir yang telah mendapatkan pelatihan atau sertifikasi juga menjadi tanda tanya. Pemerintah Kota Pekanbaru melalui Dishub diharapkan dapat memberikan jawaban mengenai standar kompetensi jukir agar pelayanan parkir di kota ini lebih tertata.
Pakar Hukum: Kebijakan Berbasis Hukum Progresif
Dosen Pascasarjana Universitas Lancang Kuning (Unilak), M Rawa EL Amady, menilai kebijakan Wali Kota Pekanbaru ini sebagai langkah berbasis hukum progresif.
Menurutnya, hukum tidak hanya sebatas teks dalam undang-undang, tetapi juga harus mencerminkan kebutuhan dan kepentingan masyarakat.
*”Ketika sebuah aturan mendapat penolakan dari masyarakat, itu berarti peraturan tersebut bertentangan dengan cita hidup masyarakat. Pemerintah yang baik adalah pemerintah yang melayani rakyatnya, termasuk dengan membatalkan peraturan yang menyusahkan masyarakat secara politik,”* kata Rawa, Rabu (5/3/2025).
Ia menekankan bahwa hukum seharusnya bersifat dinamis dan dapat berubah demi kesejahteraan rakyat. Bahkan, UUD 1945 saja dapat diamendemen jika dirasa merugikan masyarakat.
Kesimpulan
Kebijakan penurunan tarif parkir yang dikeluarkan Wali Kota Pekanbaru memang bertujuan untuk meringankan beban masyarakat. Namun, langkah ini menimbulkan polemik terkait legalitasnya serta dampaknya terhadap pendapatan daerah dan pihak pengelola parkir.
Transparansi dari Pemko Pekanbaru, terutama dari Dishub, sangat diperlukan untuk menjawab berbagai pertanyaan publik. Apakah regulasi ini telah sesuai dengan perundang-undangan? Bagaimana dampaknya terhadap PAD dan perlindungan jukir?
Masyarakat kini menunggu jawaban dari pemerintah kota agar kebijakan ini tidak hanya sekadar memenuhi janji politik, tetapi juga benar-benar memberikan manfaat bagi warga Pekanbaru.